Sering Darwin ditanya; bagaimana bisa dari seorang pembelajar fisika menjadi CEO perusahaan multinasional?
Dengan karier awal Darwin sebagai geophysicist, lingkup pekerjaannya memang sangat teknis – berbasiskan fisika, matematika dan geologi. Tahapan pekerjaan seorang geophysicist umumnya dimulai dengan merancang dan mengawasi seismic data acquisition di lapangan sebelum menahap ke seismic data processing di pusat pengolahan data. Pekerjaaan utama seorang geophysicist yang bekerja di perusahaan migas lebih pada setelahnya, yaitu seismic data modelling dan interpretation sebagai bagian dari kajian terintegrasi bersama geologists, petroleum engineers dan drilling engineers dalam upaya mencari cadangan baru atau mengembangkan cadangan migas yang telah ditemukan hingga lapangan migas tersebut beproduksi.
Darwin menikmati pekerjaan sebagai geophysicist dan selalu berupaya memberikan kinerja yang terbaik dimanapun Darwin ditempatkan. Tanpa direncanakan, belokan penting pertama dalam perjalanan karier Darwin terjadi pada tahun ketiga (1988) bekerja di BP, beberapa bulan setelah kembali dari penugasan kerja enam bulan di Inggris dan Skotlandia. Pimpinan BP Indonesia saat itu, Dr. Gess Laving memanggil dan mengatakan bahwa BP sedang mempertimbangkan Darwin untuk dinominasikan mengikuti program talent assessment and development di Melbourne, Australia untuk pegawai BP di Asia Pacific yang dipandang berpotensi tinggi. Gess menanyakan kesediaan Darwin dan menambahkan bahwa Darwin akan menjadi pegawai Indonesia pertama yang dinominasikan mengikuti program itu.
Beberapa saat setelah akhirnya menyanggupinya, Darwin kaget ketika dikirimi bahan bacaan dan assignments yang harus diselesaikan sebelum berangkat ke Australia. Bahannya adalah sejumlah case studies dari Harvard Business School, dan Darwin diminta melakukan bedah kasus serta menulis makalah yang memuat bahasan tentang kasus tersebut. Itu adalah pertama kali dalam hidup Darwin tahu tentang case studies dari Harvard, sekaligus persinggungan Darwin yang pertama dengan dunia manajemen karena semasa kuliah, Darwin belum pernah belajar ekonomi atau manajemen. Hasil positif dari assessment ini menyadarkan Darwin akan potensinya di luar fisika.
Setelah kembali ke Indonesia dari penempatan kerja 2 1/2 tahun di BP Amerika dan telah menyelesaikan pendidikan MBA, Darwin mulai menjajaki peluang karier komersial baik di BP maupun diluar BP. Peluang karier di luar BP lebih cepat datang, dan setelah 9 tahun lebih bekerja di BP, Darwin pamit dengan baik baik dan pindah ke Dharmala Group sebagai Asisten Group CEO – bekerja dibawah pak Suyanto Gondokusumo saat itu. Di Dharmala, Darwin pertama kali mengetahui adanya perusahaan yang disebut management consultants dan peran yang dimainkannya dalam pembenahan perusahaan. Salah satu dari mereka adalah AT Kearney, yang waktu itu melakukan suatu pekerjaan strategis di sektor jasa keuangan di grup Dharmala. Melihat hasil kerja mereka, Darwin sangat tertarik, karena itu adalah jenis pekerjaan yang menerapkan kemampuan analitis dan pemikiran strategis dalam persoalan bisnis dan organisasi. Darwin merasa seperti menemukan jenis pekerjaan yang selama ini Darwin cari-cari, yaitu applikasi fisika dan matematika dalam ilmu sosial
Darwin mulai tertarik dengan management consulting, dan mengirim lamaran ke perusahaan-perusahaan elit dibidang itu seperti McKinsey, BCG, Booz Allen Hamilton, dan AT Kearney. Saat itu belum ada internet untuk mencari banyak informasi, dan Darwin juga belum terlalu paham bahwa perusahaan-perusahaan itu pada umumnya hanya menerima lulusan dari business schools terbaik di dunia, dan biasanya para pelamar membekali diri dengan latihan intensif case interviews untuk bisa melewati seleksi dengan baik. Darwin dapat kesempatan wawancara pertama di BCG dan Booz Allen. Wawancara di kedua perusahaan ini tidak memberikan hasil yang Darwin harapkan. Darwin tidak mendapatkan feedback dari wawancara di Booz Allen, sementara walau terasa menyakitkan, BCG memberikan feedback secara formal melalui telepon bahwa performa Darwin dalam wawancara kurang memenuhi standar yang mereka inginkan.
Setelah pindah dari Dharmala dan bekerja bersama pak Tanri Abeng di Bakrie & Brothers dan kemudian ke kantor Kementerian Negara BUMN, Darwin malah banyak terlibat dengan pekerjaan konsultan manajemen—meski bukan sebagai konsultan—tetapi sebagai lead counterpart di sisi clients atau pemakai jasa. Di Bakrie & Brothers, Darwin pernah menjadi lead counterpart Booz Allen dan McKinsey, dan melalui kegiatan ini kemudian berkenalan dan membangun persahabatan dengan para mitra senior dari perusahaan konsultan manajemen tersebut. Di Kementerian Negara BUMN, Darwin terlibat dalam penyusunan masterplan atau blueprint reformasi BUMN gelombang kedua dan menjadi lead counterpart untuk koordinator enam konsultan manajemen yang juga membantu menyempurnakan masterplan ini, yaitu McKinsey, BCG, Booz Allen, AT Kearney, PWC, dan EY.
Setelah pergantian menteri di Kementerian BUMN, Darwin berpikir inilah saat baginya untuk menahap ke depan, juga dengan ketertarikan yang semakin besar pada pekerjaan konsultan manajemen. Dengan pengalaman bekerja secara bersama-sama dengan para mitra senior dari perusahaan konsultan manajemen ini, mereka tidak lagi melihat Darwin dari ijazah sekolah atau dari ketrampilan dalam wawancara. Darwin kemudian mendapatkan kesempatan wawancara untuk masuk dalam posisi senior di McKinsey dan Booz Allen Hamilton. Pembicaraan dengan Booz Allen Hamilton berlangsung lebih cepat. Darwin memulai bekerja sebagai Country CEO Booz Allen Hamilton Indonesia, dan selama tujuh tahun dari awal 2000 hingga awal 2007, Darwin menjadi pembelajar sekaligus praktisi dan ahli di bidang strategi dan kepemimpinan perubahan.
Selama bekerja sebagai konsultan BoozAllen, Darwin memberikan nasehat pada pimpinan perusahaan atau pejabat pemerintah terkait isu isu strategi, pemasaran, organisasi, operasi dan kepemimpinan perubahan. Perusahaan perusahaan yang menjadi klien BoozAllen adalah pemain utama di sektor telekomunikasi, penerbangan, energi, otomotif dan perbankan selain perusahaan multinasional yang tertarik memasuki Indonesia. Salah satu contoh transformasi yang dibantu tim Booz Allen Hamilton adalah transformasi Telkomsel yang kemudian dijadikan sebagai studi kasus transformasi BUMN di negara berkembang oleh Stanford Business School.
Setelah lebih dari 7 tahun sebagai konsultan strategi dan kepemimpinan perubahan di Booz Allen, Darwin kembali merindukan bekerja sebagai eksekutif. Pembicaraan dengan Shell bermula pada pertemuan dengan Tan Chong Meng, yang saat itu merupakan orang Asia paling senior di Shell dan juga sebagai Chairman Asia Talent Council, yang bertugas menjaring dan mengembangkan talent Asia—baik internal maupun eksternal—untuk mengisi posisi atau jabatan senior di Shell. Saat kami berdua bertemu pertama kali pada awal tahun 2006, Chong Meng mengatakan bahwa lingkup usaha Shell Indonesia saat itu masih sangat kecil dan utamanya pemasaran pelumas. Akan tetapi Shell memiliki aspirasi yang besar di Indonesia, dan Shell sedang mencari dan akan membutuhkan nahkoda orang Indonesia untuk dapat merealisasikan aspirasi Shell di Indonesia. Setelah 12 kali mengikuti wawancara yang berlangsung di Jakarta, Singapura, dan London selama hampir 1 tahun, akhirnya saya diterima bekerja sebagai CEO Shell Indonesia sejak April 2007.
Sejatinya, Shell bukanlah perusahaan yang sering merekrut calon eksekutif dari luar untuk menjabat suatu posisi senior. Hal itulah yang membuat pengangkatan Darwin sebagai eksekutif senior di Shell Indonesia terkadang menjadi topik pembicaraan di berbagai kesempatan termasuk di media. Misalnya, saat Darwin menghadiri undangan makan siang di kediaman Duta Besar Singapura, Ashok Mirpuri memperkenalkan Darwin sebagai external hire yang langsung menjadi Country Chairman, suatu peristiwa yang sangat jarang terjadi di Shell. Bukan hanya itu, Dubes Ashok juga menyebutkan bahwa Darwin adalah orang Indonesia pertama yang menjadi CEO Shell Indonesia. Dubes Ashok memang mengetahui banyak hal tentang Shell, karena jauh sebelum bertugas sebagai Dubes Singapura di Jakarta, beliau pernah bertugas di Shell London.